cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Acta Pharmaceutica Indonesia
ISSN : 0216616X     EISSN : 27760219     DOI : -
Core Subject :
Acta Pharmaceutica Indonesia merupakan jurnal resmi yang dipublikasikan oleh Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung. Jurnal ini mencakup seluruh aspek ilmu farmasi sebagai berikut (namun tidak terbatas pada): farmasetika, kimia farmasi, biologi farmasi, bioteknologi farmasi, serta farmakologi dan farmasi klinik. Acta Pharmaceutica Indonesia is the official journal published by School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung. The journal covers all aspects of pharmaceutical issues which includes these following topics (but not limited to): pharmaceutics, pharmaceutical chemistry, biological pharmacy, pharmaceutical biotechnology, pharmacology and clinical pharmacy.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol. 38 No. 3 (2013)" : 7 Documents clear
Front Matter Vol 38 No 3 (2013) Acta Pharmaceutica Indonesia
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol. 38 No. 3 (2013)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembuatan Sirup Glukosa dari Umbi Singkong (Manihot esculenta Crantz), Umbi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.), Rimpang Ganyong (Canna edulis Ker.), Buah Sukun (Artocarpus communis Forst), dan Rimpang Garut (Maranta arundinace Linn) dengan Metode Enzimatis Muhamad Insanu; Fakar Daras Kamal; Asep Gana Suganda
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol. 38 No. 3 (2013)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Glukosa merupakan salah satu jenis gula yang banyak dimanfaatkan oleh industri, terutama industri makanan dan minuman ringan. Di Indonesia sirup glukosa diproduksi dari pati singkong. Akan tetapi, saat ini produksi sirup glukosa dalam negeri tidak sebanding dengan kebutuhannya yang tinggi sehingga pemerintah harus mengimpornya. Salah satu solusi untuk meningkatkan produksi sirup glukosa adalah dengan cara diversifikasi bahan baku. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari alternatif pengganti pati singkong sebagai bahan baku, tetapi penelitian yang telah dilakukan tidak membandingkan secara langsung potensi bahan baku alternatif tersebut. Selain itu, penelitian yang dilakukan umumnya menggunakan bahan baku dari pati bukan dari bagian tanaman sumber pati tersebut. Tujuan penelitian ini adalah menentukan potensi ubi jalar (Ipomoea batatas L.), ganyong (Canna edulis Ker.), sukun (Artocarpus communis Forst), dan garut (Maranta arundinace Linn) sebagai sumber sirup glukosa pengganti singkong (Manihot esculenta Crantz). Bahan baku dibersihkan dan dipotongpotong dengan ukuran sekitar 5x5 mm. Likuifikasi dilakukan dengan penambahan 63 µL α-amilase (185,1 unit/mL), dipanaskan pada suhu 95-100 °C selama 2 jam. Sakarifikasi dilakukan dengan penambahan 107 µL glukoamilase (345,7 unit/mL), dipanaskan pada suhu 61-64 °C selama 72 jam. Pemurnian dilakukan dengan pemberian karbon aktif. Analisis kualitatif dilakukan dengan metode kromatografi kertas, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan metode titrasi redoks yang dikembangkan Lane & Eynon dengan pembanding glukosa 0,1g/mL. Analisis kualitatif menunjukkan semua sirup mengandung glukosa. Hasil perhitungan kadar gula total yang ekuivalen dengan glukosa per gram bahan baku dari sirup yang berasal dari singkong, ubi jalar, ganyong, sukun, dan garut masing-masing adalah 2,69±0,45%; 5,56 ± 0,77%; 2,91±0,40%; 2,77±1,39%; dan 2,92±0,40%. Berdasarkan analisis kuantitatif, ubi jalar paling potensial menggantikan singkong sebagai sumber sirup glukosa.Kata kunci: sirup glukosa, singkong, ubi jalar, ganyong, sukun, garut, enzimatisAbstractGlucose syrup is commonly used in food and beverages industries, but the production is still insufficient so to fulfil the need government has to import it. In Indonesia glucose syrup was produced from cassava starch. The production of glucose syrup should be increased by the diversification of raw materials. Several researches have been conducted to look for alternative raw materials for substituting the use of cassava. However, no researches have compared the potential among these alternative materials and uses parts of the plants directly. The purpose of this study was to determine the potential of sweet potato (Ipomoea batatas L.), canna (Canna edulis Ker.), breadfruit (Artocarpus communis Forst), and arrowroot (Maranta arundinace Linn) as a source of glucose syrup for substituting cassava (Manihot esculenta Crantz). The raw materials were cleaned and cut into pieces with a size of 5x5 mm. Liquefaction was done by adding 63 μL of α-amylase (185.1 units/mL) followed by heating at 95-100°C for 2 hours. Saccharification was done by adding 107 µL of glucoamylase (345.7 units/mL) followed by heating at 61-64°C for 72 hours. Glucose syrup was purified by adding activated carbon as an absorbent. Qualitative analysis was performed by paper chromatography, while the quantitative analysis was conducted by the redox titration which was developed by Lane & Eynon using glucose 0.1 g/mL as a standard. Qualitative analysis showed all syrups contain glucose. The total sugar content equivalent to glucose per gram of raw material for each glucose syrup were 2.69±0.45%, 5.56±0.77%, 2.91±0.40%, 2.77±1.39%, and 2.92±0.40% for cassava, sweet potato, canna, breadfruit, and arrowroot respectively. Based on the quantitative analysis, sweet potatoes were the most potential substituting agent for cassava as a source of glucose syrup.Keywords: glucose syrup, cassava, sweet potato, canna, breadfruit, arrowroot, enzymatic
Aktivitas Antijamur Fusarium oxysporum Schlecht dari Tanaman Asli Indonesia Yenni Karlina; Sukrasno Sukrasno; I Nyoman Pugeg Aryantha
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol. 38 No. 3 (2013)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Telah dilakukan penelitian aktivitas antijamur ekstrak metanol dari tujuh belas simplisia, yaitu rimpang dringo (Acorus calamus L.), umbi lapis bawang putih (Allium sativum L.), rimpang lengkuas (Alpinia galanga (L.) Wild.), rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.), daun kayu manis (Cinamomum burmanii), daun sereh wangi (Cymbopogon nardus), herba urang aring (Eclipta alba), daun sirih (Piper betle L.), daun ketepeng (Cassia alata L.), rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Christin) Rosc.), rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.), bunga dan daun cengkeh (Syzygium aromaticum(L.) Merrill and Perry), kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.), herba babadotan (Ageratum conyzoides L.),dan daun sirih merah (Piper crocatum ) terhadap pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum Schlecht. Uji aktivitas antijamur menggunakan metode difusi agar dengan menghitung prosentase penghambatan pertumbuhan radial miselium jamur pada hari ke tujuh. Konsentrasi ekstrak metanol yang digunakan untuk uji aktivitas antijamur, yaitu 2,5%, 5%, dan 10%. Ekstrak metanol daun sirih, bunga dan daun cengkeh memiliki aktivitas antijamur tinggi, yaitu 76-100%, Ekstrak metanol kunyit, dringo, temulawak, jahe memiliki aktivitas < 50%. Ekstrak metanol babadotan, bawang putih, lengkuas, ketepeng, temuputih, sereh wangi, sirih merah, manggis, kayu manis, dan urang aring tidak memiliki aktivitas antijamur Fusarium.Kata kunci : Antijamur, Fusarium oxysporium, tanaman obat.AbstractAntifungal activity of methanol extracts from 17 crude drugs, i.e. rhizome of Acorus calamus, bulbs of Allium sativum L, rhizome of Alpinia galanga L., rhizome of Curcuma domestica Val., leaves of Cinamomum burmanii, leaves of Cymbopogon nardus, leaves of Eclipta alba, leaves of Piper betle L., leaves of Cassia alata L., rhizome of Curcuma zedoaria Christin., rhizome of Curcuma xanthorrhiza Roxb, rhizome of Zingiber officinale Rosc., flower and leaves of Syzygium aromaticum, peel of Garcinia mangostana, herbs of Ageratum conyzoides, and leaves of Piper crocatum against fungi growth Fusarium oxysporum Schlecht. Antifungal activity was tested using agar diffusion method by calculating the percentage inhibition of fungal mycelium radial growth on the seventh day of incubation. Concentrations of the methanol extracts used were 2.5%, 5%, and 10% w/v. Methanol extract of Piper betle leaf, flower and leaf of clove, had a high antifungal activity 76-100%. Methanol extract of turmeric, dringo, ginger, had activity <50%. Methanol extract of babadotan, garlic, galangal, candle bush, white turmeric, citronella grass, red betel, mangosteen, cinnamon, and bhringraj did not have antifungal fusarium activity.Keyword : Antifungal activity, Fusarium oxysporium , medicinal plants.
Pemicu Hematemesis Melena pada Pasien Rawat Inap Kelas III Bagian Ilmu Penyakit Dalam di Salah Satu Rumah Sakit di Kota Bandung Tavinda Inggried Anindya; Elin Yulinah Sukandar; Sri Hartini
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol. 38 No. 3 (2013)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hematemesis adalah muntah berdarah atau material seperti bubuk kopi, sedangkan melena adalah feses hitam seperti ter serta berbau busuk. Hematemesis melena merupakan kejadian gawat darurat di rumah sakit yang dapat menyebabkan kematian sebesar 8-14%. Beberapa bahan dan obat-obatan dapat memicu terjadinya hematemesis melena jika digunakan dalam dosis tinggi atau jangka waktu lama oleh pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai pemicu hematemesis melena dan jenisnya yang paling banyak. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan pendataan rekam medik pasien hematemesis melena yang dirawat inap selama periode 1 Januari "“ 31 Desember 2011, dilanjutkan dengan percobaan menggunakan metode kromatografi lapis tipis. Hasil menunjukkan bahwa dari keseluruhan pasien hematemesis melena, terdapat 70,0% kasus yang diketahui pemicunya, sedangkan 30% sisanya tidak diketahui. Sumber perdarahan hematemesis melena tersebut antara lain: varises esofagus (32,5%); gastropati hipertensi portal (5,0%); ensefalopati hepatikum (7,5%); varises esofagus dan gastropati hipertensi portal (25,0%); varises esofagus dan ensefalopati hepatikum (10,0%); varises esofagus, gastropati hipertensi portal, dan ensefalopati hepatikum (2,5%); varises esofagus, gastropati hipertensi portal, dan ulkus duodenum (5,0%); ulkus peptikum (7,5%); serta gastritis erosif berdarah (5,0%). Kemungkinan pemicu hematemesis melena adalah AINS "“ ibuprofen (5,0%), jamu pegal linu (30,0%), jamu nyeri otot (5,0%), jamu rheumatoid arthritis (5,0%), jamu yang tidak diketahui jenisnya (10,0%), dan alkohol (15,0%). Kemungkinan pemicu hematemesis melena terbanyak adalah jamu pegal linu, yaitu sebesar 30,0%.Kata kunci: hematemesis, melena, gastrointestinal, jamu pegal linu, studi retrospektif.AbstractHematemesis is the vomitus of bright red blood or "coffee-ground" material. Melena is black and tarry stool which is foul smelling because of the prescence of partially digested blood products. Hematemesis melena is a very common hospital emergency that still carries hospital mortality for 8-14%. Some drugs and substances may induce the occurence of hematemesis melena. These drugs and substances are usually used for a long time by the patients. This study was made by the aim to identify kinds of inductors and the most inductor of hematemesis melena. This study was done retrospectively using medical records of hospitalized hematemesis melena patients period by January 1 until December 31, 2011, followed by lab experiment using thin layer chromatography method, in. Result showed that there were 70.0% cases of total hematemesis melena patients with known inductors, while the 30% were unknown. Causes of hematemesis melena sources were esophageal varices (32.5%); gastropathy of portal hypertension (5.0%); hepatic encephalopathy (7.5%); esophageal varices and gastropathy of portal hypertension (25.0%); esophageal varices and hepatic encephalopathy (10.0%); esophageal varices, gastropathy of portal hypertension, and hepatic encephalopathy (2.5%); esophageal varices, gastropathy of portal hypertension, and duodenal ulcer (5.0%); peptic ulcer (7.5%); and bleeding erosive gastritis (5.0%). Based on the results of this study, hematemesis melena was possibly induced by NSAID "“ ibuprofen (5.0%), jamu (traditional herbal medicine) for stiffness (30.0%), jamu for muscle pain (5.0%), jamu for rheumatoid arthritis (5.0%), jamu for unknown indication (10.0%), and alcohol (15.0%). The most possible inductor of hematemesis melena was jamu for stiffness, that was 30.0%.Keywords: Hematemesis, melena, gastrointestinal, jamu for stiffness, retrospective study.
Uji Efek Antikram Kinin dan O-Desmetil Kinin dengan Rute Pemberian Oral dan Topikal pada Mencit Swiss Webster Betina Elin Yulinah Sukandar; I Ketut Adnyana; Yohanna Christanti; Finna Setiawan
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol. 38 No. 3 (2013)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kinin adalah senyawa alkaloid dari kulit batang Cinchona sp. yang digunakan sebagai antimalaria. O-desmetil kinin (C19H22N2O2) adalah senyawa turunan kinin baru yang diperoleh dengan menghilangkan gugus metil pada kinin. Selain sebagai antimalaria, kinin juga dapat digunakan untuk mengobati kram kaki. Karena efek samping yang besar, FDA (2009) melarang penggunaan kinin oral dalam pengobatan kram kaki. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menguji efek kinin dan pada rute pemberian oral dan topikal serta mengetahui efek o-desmetil kinin pada terapi kram kaki. Mencit dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok normal, kelompok kinin oral dosis 26 mg/kg bb, kelompok kinin topikal dosis 52 mg/kg bb, kelompok o-desmetil kinin oral dosis 26 mg/kg bb, dan kelompok o-desmetil topikal dosis 52 mg/kg bb. Mencit diletakkan di atas rotarod dengan kecepatan 10-16 rpm selama 4 menit. Waktu yang dapat ditempuh mencit selama berada di atas rotarod diukur. Perlakuan yang sama diulang dengan durasi 45 menit selama 4,5 jam. Setelah menit ke 180, kelompok uji mengalami peningkatan waktu ketahanan di atas rotarod sedangkan kempok normal mengalami penurunan. Pada menit 270, kelompok oral dan topikal memberikan perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan kelompok normal. Pemberian kinin dan odesmetil kinin pada rute pemberian oral dengan dosis 26 mg/kg bb dan topikal dengan dosis 52 mg/kg bb sebagai antikram memberikan hasil yang bermakna dibandingkan dengan kelompok normal (p<0,05). O-desmetil kinin memberikan efek yang tidak berbeda bermakna dari kinin base (p<0,05).Kata kunci: kram kaki, kinin, o-desmetil kinin, rotarod.AbstractQuinine is an alkaloid from the bark of Cinchona sp. as an anti-malaria. O-desmethyl quinine (C19H22N2O2) is the new quinine derivative, by losing its methyl. Beside the function as anti-malaria, quinine is used for leg cramps treatment. Because of the great side effects, FDA (2009) banned the use of quinine oral for leg cramps therapy. Therefore, this study was aimed to determine the effect of quinine by oral and topical administration and to determine o-desmethyl quinine's effect for leg cramps therapy. Mice were divided into normal group, quinine oral dose 26 mg/kg bw, quinine topical dose 52 mg/kg bw, o-desmethyl quinine oral dose 26 mg/kg bw, and o-desmethyl topical dose 52 mg/kg bw. Mice were taken on the rotarod at 10-16 rpm for 4 minutes. Time to remain on the rotarod was measured. The same treatment was repeated after 45 minutes for 4.5 hours. Over the 180 minutes, the endurance of the test groups were increased on the contrary, the normal group is decreased. After 270 minutes of observations, the oral and topical groups have significant difference compared by the normal group. The administration of quinine by oral dose 26 mg/kg bb and topical dose 52 mg/kg bb as an anti-cramps showed significantly difference compared to the normal group (p<0.05). O-desmethyl quinine has no significantly difference compared by quinine (p<0.05).Keywords: leg cramps, quinine, o-desmethyl quinine, rotarod.
Telaah Fitokimia Daun Jarak Tintir (Jathropa multifida Linn) dan Uji Hayatinya dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Soraya Riyanti; Clara Sunardi; Yoshua Honasan
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol. 38 No. 3 (2013)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya yang telah menjadi bagian dari aspek pengobatan di Indonesia. Salah satu tanaman di Indonesia yang digunakan masyarakat sebagai tanaman obat adalah tanaman jarak tintir (Jatropha multifida Linn). Getah tanaman jarak tintir telah digunakan oleh masyarakat untuk mengobati luka baru dengan cara dioleskan pada daerah luka. Uji hayati daun jarak tintir menggunakan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) menggunakan larva udang Artemia salina Leach yang berumur 48 jam. Daun jarak tintir diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstrak difraksinasi dengan ekstraksi cair-cair berturut-turut menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat dan air. Efek toksik dari masing-masing ekstrak dan fraksi dihitung persentase kematian larva udang menggunakan analisis Probit (LC50). Fraksi yang aktif kemudian diuji kandungan fitokimianya dan diidentifikasi senyawa bioaktif yang terkandung di dalamnya dengan menggunakan beberapa tekhnik kromatografi dan spektroskopi. Penelitian menunjukkan harga LC50 untuk ekstrak metanol daun jarak tintir, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi air berturut-turut adalah 2,8057 µg/mL; 0,9128 µg/mL; 17,0918 µg/mL dan 1801,94 µg/mL.Kata kunci: Jarak Tintir, Jatropha multifida Linn., brine shrimp lethality test, Artemia salina Leach., LC50AbstractIndonesian traditional medicine is a cultural heritage that has become part of the aspects of treatment in Indonesia. One plant in Indonesia which used as a medicinal plant is a jarak tintir (Jatropha multifida Linn). The latex of this plant has been used by people to treat fresh wounds topically to the wound area. Method of bioassay of jarak tintir leaf using BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) using larval shrimp Artemia salina Leach was 48 hours. Jarak tintir leaves extracted by maceration using methanol. Extracts was fractionated by liquid-liquid extraction using n-hexane, ethyl acetate and water. Toxic effects of each of the extracts and fractions calculated using Probit analysis. Active fractions was tested and identified of bioactive compounds contained in active fraction by using some of the techniques of chromatography and spectroscopy. The results showed LC50 for methanol extract of the jarak tintir leaves, the fraction of n-hexane, ethyl acetate fraction and water fraction respectively were 2.8057 µg/mL; 0.9128 µg/mL; 17.0918 µg/mL and 1801.94 µg/mL.Keywords: Jarak Tintir, Jatropha multifida Linn, brine shrimp lethality test, Artemia salina Leach., LC50
Pembuatan Sediaan Oral Sustained Release Metformin HCl dalam Bentuk Mikrosfer Pautan Silang Alginat Ratna Annisa Utami; Sukmadjaja Asyarie; Sasanti Tarini Darijanto
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol. 38 No. 3 (2013)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Metformin hidroklorida (MH) memiliki bioavailabilitas yang relatif rendah dan waktu paruh pendek sehingga dibutuhkan sediaan dengan sistem sustained release, salah satu bentuknya adalah mikrosfer. Pembuatan mikrosfer dilakukan dengan cara teknik emulsifikasi diikuti pautan silang dengan ion kalsium secara gelasi internal dan eksternal. Hasil menunjukkan mikrosfer mengandung MH yang dihasilkan dengan metode emulsifikasi-gelasi eksternal lebih baik dibandingkan dengan gelasi internal dilihat dari efisiensi penjeratan, bentuk dan karakteristik mikrosfer serta distribusi ukuran partikel. Hasil Scanning Electron Micrograph (SEM) menunjukkan kedua mikrosfer hasil gelasi eksternal ataupun internal memiliki bentuk kurang sferis tapi tidak membentuk agregat, permukaan mikrosfer hasil gelasi internal lebih berpori dibandingkan dengan hasil gelasi eksternal serta pada kedua permukaan mikrosfer terlihat adanya MH. Efisiensi penjeratan paling optimal ditunjukkan oleh formula dengan gelasi eksternal (ME 16.2) yaitu 67,47% } 1,91 dengan profil pelepasan menunjukkan bahwa mikrosfer dapat memberikan pelepasan diperlambat hingga 8 jam dengan kinetika pelepasan mendekati kinetika pelepasan orde satu yaitu r2=0,940 untuk pelepasan di CSL pH 1,2 dan r2=0,984 untuk pelepasan di CSU pH 6,8.Kata kunci: Metformin HCl, mikroenkapsulasi, gelasi eksternal dan gelasi internal, mikrosfer, natrium alginat.AbstractMetformin hydrochloride (MH) have low bioavailability and short half life therefore require sustained release dosage form, one of its forms is microspheres. Microspheres was prepared by emulsification technique followed by cross linking with calcium ions by external and internal gelation method. The result showed that MH microspheres produced by external gelation were better than internal gelation based on entrapment efficiency, shape and characteristics of the microspheres also particle size distribution. Scanning Electron Micrograph (SEM) picture showed both microsphere from internal and external gelation method have irregular shape, discrete and there is no aggregation. Microspheres surface from internal gelation method more porous than external gelation and there is MH on both microspheres surface. Most optimal entrapment efficiency showed by formula with external gelation method (ME 16.2) is 67.47% } 1.91 with drug release profile showed that microspheres can sustained MH release until 8 hours with drug kinetic release close to first order, it have r2=0.940 for release in SGF pH 1.2 and r2=0984 for release in CSU pH 6.8.Keywords: Metformin HCl, microencapsulation, external gelation and internal gelation, microsphere, sodium alginate.

Page 1 of 1 | Total Record : 7